NITA MARLINA
2EA09
PKN
Hak asasi manusia merujuk kepada hak yang dimiliki oleh semua
insan. Konsep hak asasi manusia adalah berdasarkan memiliki suatu bentuk yang
sama sebagaimana yang dimiliki oleh semua insan manusia yang tidak dipengaruhi
oleh asal, ras, dan warga negara. Oleh karena itu secara umum hak asasi manusia
dapat diartikan sebgai hak-hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia lahir dan
merupakan pemberian Tuhan. Ruang lingkup hak asasi manusia itu sendiri adalah:
1.
Hak untuk hidup
2.
Hak untuk memperoleh pendidikan
3.
Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain
4.
Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama
5.
Hak untuk mendapatkan pekerjaan
Dalam
hal proses penegakan hukum, apabila implementasi lebih berorientasi pada
penghoirmatan terhadaphak asasi manusia maka akan lebih “menggugah” masyarakat
untuk menjunjung tinggi hukum itu sendiri.
Dalam
hubungannya dengan hal ini, hak asasi manusia memiliki dua segi yaitu segi
moral dan segi perundangan. Apabila dilihat dari segi moral, hak asasi manusia merupakan
suatu tanggapan moral yang didukung oleh anggota masyarakat. Sehubungan dengan
segi ini anggota masyarakat akan mengakui wujud hak tertentu yang harus
dinikmati oleh setiap individu, yang dianggap sebagai sebagaian dari sifat
manusia, walaupun mungkin tidak tercantum dalam undang-undang. Jadi, masyarakat
pun mengakui secara moral akan eksistensi hak asasi yang dimiliki oleh setiap
manusia.
Dari
segi perundangan, hak asasi manusia diartikan sebagai seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dalam konteks nasional, tak
dapat dipungkiri bahwa isi dari adat istiadat dan budaya yang ada
di Indonesia juga mengandung pengakuan terhadap hak dasar dari seorang
manusia. Apabila dilihat dari konteks ini, maka sebenarnya bangsa Indonesia
sudah memiliki pola dasar dalam pengakuannya terhadap hak asasi manusia.
Dasar-dasar hak asasi manusia di Indonesia terletak pada pasal 27 ayat 1, pasal
28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar
1945.
Sedangkan
dalam hubungannya dengan konteks internasional, hak asasi manusia (HAM)
merupakan substansi dasar dalam kehidupan bermasyarakat di dunia, yang terdiri
dari berbagai macam unsur adat istiadat serta budaya yang tumbuh dan berkembang
di dalamnya. Jadi yang dimaksud dengan hukum hak asasi manusia internasional
adalah hukum mengenai perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang
dilindungi secara internasional dari pelanggaran yang terutama dilakukan oleh
pemerintah atau aparatnya, termasuk di dalam upaya penggalakan hak-hak tersebut.
Oleh karena itu, dengan dilakukan dialog dan pedekatan antar suku bangsa di
dunia, maka dimungkinkan dapat mewujudkan penerapan hak asasi manusia yang
jujur dan berkeadilan. Dalam hal hak asasi manusia dilihat dari konteks
internasional ini, tentu penerapan, mekanisme penegakan hingga penyelesaiannya
pun lebih kompleks bila dibandingkan dengan penanganan hak asasi manusia dalam
lingkup nasional.
Walaupun
perkembangan dunia sudah semakin maju dan kompleks, selama ini penegakan hak
asasi manusia hanya diikat perjanjian bilateral antarnegara yang sifatnya
moral. Padahal di sisi lain, masyarat internasional harusloah tunduk pada
mekanisme internasional dalam hal penegakan hak asasi manusia. Oleh karena itu,
instrumen internasional sangatlah dibutuhkan untuk mewujudkannya. Dalam
hubungannya dengan penulisan makalah ini, sebagai awal kita harus mengetahui
mengenai konsep hukum internasional itu sendiri. Hukum internasional diartikan
sebagai hukum yang hanya mengatur hubungan antar negara.
Kemudian
pada masa setelah Perang Dunia ke-II diperluas hingga mencakup organisasi
internasional sebagai subyek hukum internasional yang memiliki hak-hak tertentu
berdasarkan hukum internasional. Manusia sebagai individu dianggap tidak
memiliki hak-hak menurut hukum internasional, sehingga manusia lebih dianggap
sebagai obyek hukum daripada sebagai subyek hukum internasional. Teori-teori
mengenai sifat hukum internasional ini kemudian membentuk kesimpulan bahwa
perlakuan negara terhadap warga negaranya tidak diatur oleh hukum internasional,
sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap hak negara-negara lainnya. Karena hukum
internasional tidak dapat diterapkan terhadap pelanggaran HAM suatu negara
terhadap warga negaranya, maka seluruh permasalahan ini secara eksklusif berada
di bawah yurisdiksi domestik setiap negara. Dengan kata lain, masalah HAM
merupakan urusan dalam negeri setiap negara sehingga negara lain tidak berhak
bahkan dilarang untuk turut campur tangan terhadap pelanggaran HAM di dalam
suatu negara. Dari keseluruhan alasan itulah, maka kelompok kami ingin
mendeskripsikan mengenai mekanisme penegakan hak asasi manusia
internasional baik dari konsep mekanisme, perkembangannya dari dahulu maupun
implementasinya dalam perkembangan dunia saat ini.
HAM adalah hak-hak yang
seharusnya diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia
karena hakekat dan kodratnya sebagai manusia. Adapun pembatasan terhadap HAM tersebut
dapat dibagi menjadi:
1. universal : tanpa
melihat perbedaan suku, agama, ras, kepercayaan, usia, latar belakang, jenis
kelamin, warna kulit.
2. Melekat (inherent) :
hak tersebut bukan hasil pemberian kekuasaan/ orang lain.
Adapun ruang lingkup
dari HAM adalah :
a.
Larangan Diskriminasi
Prinsip non diskriminasi
adalah suatu konsep sentral dalam kaidah hak asasi manusia. Prinsip tersebut
dapat diketemukan dalam instrumen umum hak asasi manusia. Komite Hak Asasi
Manusia telah menyatakan bahwa dengan mengacu pada persamaan jenis kelamin
Kovenan International mengenai hak sipil dan politik tidak hanya memerlukan
perlindungan tetapi juga memerlukan tindakan penguat yang dimaksudkan untuk
menjamin perolehan positif hak-hak yang sama.
b.
Hak atas Penghidupan, Kemerdekaan, dan Keselamatan seseorang.
Hak atas penghidupan
dalam instrumen tidak dijamin sebagai hak mutlak. Misalnya, menurut Konvensi
Eropa, pencabutan nyawa tidak bertentangan dengan hak atas penghidupan, apabila
pencabutan ini diakibatkan oleh tindakan tertentu yang sudah ditetapkan. Dalam
beberapa instrumen, laran gan hukuman mati dimuat dalam sebuah Protokol
tersendiri. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan
Konvensi Amerika keduanya membatasi hukuman mati pada “kejahatan yang paling
berat,” keduanya mengatur bahwa hukuman mati harus hanya boleh dikenakan dengan
suatu “keputusan final suatu pengadilan yang berwenang” sesuai dengan
undang-undang yang tidak retroaktif. Kedua perjanjian internasional ini memberikan
hak untuk mencari “pengampunan atau keringanan hukuman” dan melarang pengenaan
hukuman mati pada orang di bawah usia delapan belas tahun pada saat melakukan
kejahatan, dan melarang eksekusinya pada wanita hamil. Konvensi Eropa
mensyaratkan hukuman mati dikenakan oleh suatu pengadilan, sesudah memperoleh
keyakinan mengenai suatu kejahatan yang karena keputusannya ditetapkan oleh
undang-undang.
c.
Larangan .penganiayaan
Semua instrumen umum
melarang penganiayaan atau perlakuan secara kejam deng an tak mengingat
kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan. Konvensi
melawan penganiayaan atau perlakuan secara kejam dengan tak mengingat
kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan ini disetujui
pada tahun 1984 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tersebut
menetapkan bahwa Negara berkewajiban mengekstradisi pelaku penganiayaan dan
menuntutnya. Prinsip ini melibatkan yurisdiksi universal yang berarti bahwa
setiap negara mempunyai yurisdiksi dan memiliki hak untuk mengekstradiksi atau
menuntut pelaku penganiayaan tanpa dibatasi oleh kewarganegaraan pelaku
penganiayaan atau tempat pelanggaran yang dituduhkan.
d.
Hak Persamaan di Muka Hukum.
Ketentuan ini pada
dasarnya merupakan suatu klausul nondiskriminasi. Ada tiga aspek yang dicakup
oleh ketentuan ini. Aspek pertama adalah persamaan di muka hukum. Aspek kedua
yaitu perlindungan hukum yang sama, dan aspek ketiga adalah perlindungan dari diskriminasi.
e.
Hak Kebebasan Bergerak dan Berdiam
Dalam
perjanjian-perjanjian internasional hak-hak asasi manusia umum, hak kebebasan
bergerak dan berdiam mencakup kebebasan memilih tempat tinggal dalam suatu
Negara, kebebasan meninggalkan dan memasuki negerinya sendiri, hak untuk tidak
dikeluarkan dari suatu negeri tanpa diberi kesempatan untuk menyanggah
keputusan tersebut, dan bebas dari pengasingan.
f.
Hak atas Kebebasan Pikiran, Hati Nurani, dan Agama
Kovenan Internasional
tentang Hak-hak Sipil dan politik menyatakan bahwa perwujudan agama dan
kepercayaan seseorang boleh dijadikan sasaran pembatasan seperti itu hanya
karena ditentukan oleh undang-undang dan diperlukan untuk melindungi
keselamatan umum, ketertiban umum, kesehatan masyarakat, atau moral umum, atau
hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.
Hubungan
antara HAM dengan konsep Negara hukum
Negara hukum (the rule
of law) lahir pada zaman Paus VII and Henriech IV th 1122, dimana kekuasaan
raja/ gereja sebelumnya bersifat mutlak, perintahnya mengingkat kepada orang
lain namun tidak pernah mengikat raja tersebut dimana kekuasaan semacam ini
dikenal sebagai (the rule of man — titah). Jadi dengan lahirnya konsep the rule
of law maka segala hukum yang lahir dari konsep kesepakatan ditempatkan pada
posisi paling tinggi, yang pada akhirnya mendorong lahirnya “magna charta” yang
isinya membatasi kekuasaan raja dan menghormati hak-hak warga kota (citizen).
Jadi dalam suatu negara yang menerapkan konsep the rule of law, maka jaminan
akan dihormatinya HAM lebih mudah diwujudkan.
B. SEJARAH HAM INTERNASIONAL
Di Inggris 1215 ; Magna
Charta ; membatasi kekuasaan raja2 (raja John). Setelah PD I : Perjanjian
negara-negara Eropa untuk melindungi kelompok minoritas dan harus dituangkan ke
dalam uu Negara tersebut.
Abad 19 :
• Penghapusan
perdagangan budak dan perlindungan hak buruh samapi lahirnya konvensi LBB untuk
menghapus Perbudakan dan Perdagangan Budak).
• Pendirian ILO
• Pendirian ICRC
Lahirnya Konvensi Genewa 1864 tentang perlindungan korban perang dan batas-batas
cara dan pemakaian mesin perang.
• Lahirnya Konvensi Den
Hag tentang pelarangan penggunaan gas beracun, senjata kimia
• Lahirnya Declaration
of the Rights of Man and of citizens, AS 1776 diikuti Belanda 1798, Swedia
1709, Norwegia 1814, belgia 1831, Spanyol 1812 dsb.
Setelah Perang Dunia II
• Lahir Konvensi Genewa
1949 tentang Hukum Humaniter
• 1977 lahir Konvensi
Genewa tentang gabungan antara konvensi genewa tentang perlindungan korban
perang dan konvensi tentang tata cara perang.
Abad
20
• Nazi 1930-1940
Holocoust: pembantain kaum minoritas
• 1948 Universal
Decalaration of Human Rights
• 1966 The International
Covenant on Civil and Political Rights
• 1966 The International
Covenant on Economical and Social and Cultural Rights.
C. SEJARAH PERKEMBANGAN
HAM NASIONAl
Tekad bangsa Indonesia
untuk mewujudkan penghormatan dan penegakan HAM sangat kuat ketika bangsa ini
memperjuangkan hak asasinya, yaitu: “kemerdekaan”, yang telah berabad-abad
dirampas oleh penjajah.
Para pendiri negeri ini
telah merasakan sendiri bagaimana penderitaan yang dialami karena hak asasinya
diinjak-injak oleh penjajah. Oleh karena itu, tidak mengherankan setelah
berhasil mencapai kemerdekaan, para pendiri negeri ini mencanturnkan
prinsip-prinsip HAM dalam Konstitusi RI (Undang-undang Dasar 1945 dan
Pembukaannya) sebagai pedoman dan cita-cita yang harus dilaksanakan dan dicapai.
Namun
dalam perjalanan sejarah bangsa, pedoman dan cita-cita yang telah dicanturnkan
dalam konstitusi tersebut tidak dilaksanakan bahkan dilanggar oleh pemerintah
yang seharusnya melaksanakan dan mencapainya. Kita semua sudah mengetahui bahwa
Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru tidak hanya tidak melaksanakan penghormatan
dan penegakan HAM namun juga banyak melakukan pelanggaran HAM. Hal ini
disebabkan oleh alasan politis dan teknis. Alasan politis adalah situasi
politik di tingkat nasional dan tingkat intemasional (perang dingin). Di jaman
Orde Lama, focus kebijakan Pemerintah RI adalah “Revolusi”. Kebijakan ini
membawa kita ke konflik internal (domestik) dan intemasional, serta berakibat
melupakan hak asasi rakyat. Sedangkan di jaman Orde Baru kebijakan pemerintah
terfokus pada pembangunan ekonomi. Memang pembangunan ekonomi juga termasuk
upaya pemenuhan HAM (hak ekonomi dan sosial). Namun kebijakan terlalu terfokus
pada pembangunan ekonomi dan mengabaikan hak sipil dan politik, telah
menyebabkan kegagalan pembangunan ekonomi itu sendiri. Adapun alasan teknis
adalah karena prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam konstitusi belum
dijabarkan dalam hukum positif aplikatif (Undang-undang Organik).
Sejak
memasuki era reformasi, Indonesia telah melakukan upaya pemajuan HAM, termasuk
menciptakan hukum positif yang aplikatif. Dilihat dari segi hukum, tekad bangsa
Indonesia tercermin dari berbagai ketentuan yang tertuang dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) dan Pancasila, dalam Undang-undang Dasar yang
telah di amandemen, Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM, Undang-undang
Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan ratifikasi yang telah dilakukan
terhadap sejumlah instrumen HAM intemasional
D. HAM DALAM UUD 1945
Dalam Pembukaan UUD 45
dengan tegas dinyatakan bahwa “pejajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dalam Pancasila yang
juga tercantum dalam Pembukaan UUD 45 terdapat sila “Kemanusiaan yang adil dan
beradab”. Da1am P4, meskipun sekarang tidak dipakai lagi, namun ada penjelasan
Sila kedua yang masih relevan untuk disimak, yaitu bahwa “dengan Sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama
derajatnya, yang sama hak dan kewajiban asasinya, tanpa membedakan suku,
keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit,
dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama
manusia, sikap tenggang rasa dan ‘tepa salira ” serta sikap tidak semena-mena
terhadap orang lain”.
Dibandingkan dengan UUDS
1950, ketentuan HAM di dalam UUD 1945 relatif sedikit, hanya 7 (tujuh) pasal
saja masing-masing pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31 dan 34, sedangkan di dalam UUDS
1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu sejumlah 35 pasal, yakni
dari pasal 2 sampai dengan pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir
sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration of Human Rights.
Meskipun di dalam UUD
1945 tidak banyak dicantumkan pasal-pasal tentang HAM, namun
kekuarangan-kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah
Undang-undang antara lain UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 8 Tahun 1981 yang
banyak mencantumkan ketentuan tentang HAM. UU No. 14 Tahun 1970 memuat 8 pasal
tentang HAM, sedangkan UU No. 8 Tahun 1981 memuat 40 pasal. Lagipula di dalam
Pembukaan UUD 45 didapati suatu pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa
Indonesia untuk menegakkan HAM yang berbunyi, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan
itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Dalam
amandemen kedua UUD 1945, pasal 28 telah dirobah menjadi bab tersendiri yang
memuat 10 pasal mengenai hak asasi manusia. Sebagian besar isi perubahan
tersebut mengatur mengani hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya. Adapun Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dalam Bab X A Undang-undang
Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
§ Hak untuk hidup dan
mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A)
§ Hak untuk membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah (Pasal 28 B ayat 1)
§ Hak anak untuk kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2)
§ Hak untuk mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C ayat 1)
§ Hak untuk mendapatkan
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni,
dan budaya (Pasal 28 C ayat 1)
§ Hak untuk mengajukan diri
dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C ayat 2)
§ Hak atas pengakuan, jaminan
perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan
hukum (Pasal 28 D ayat 1)
§ Hak utnuk bekerja dan mendapat
imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D
ayat 3)
§ Hak untuk memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3)
§ Hak atas status kewarganegaraan
(Pasal 28 D ayat 4)
§ Hak kebebasan untuk memeluk
agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
§ Hak memilih pekerjaan (Pasal
28 E ayat 1)
§ Hak memilih kewarganegaraan
(Pasal 28 E ayat 1)
§ Hak memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat
1)
§ Hak kebebasan untuk meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E
ayat 2)
§ Hak kebebasan untuk
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
§ Hak untuk berkomunikasi dan
memeperoleh informasi (Pasal 28 F)
§ Hak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G ayat 1)
§ Hak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G ayat 1)
§ Hak untuk bebeas dari
penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal
28 G ayat 2)
§ Hak untuk hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat (Pasal 28 H ayat 1)
§ Hak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan (Pasal 28 H ayat 1)
§ Hak untuk mendapat kemudahan
dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2)
§ Hak atas jaminan sosial (Pasal
28 H ayat 3)
§ Hak atas milik pribadi yang
tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun (Pasal 28 H ayat 4)
§ Hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1)
§ Hak untuk bebas dari perlakuan
diskriminasi atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan
diskriminatif tersebut (Pasal 28 I ayat 2)
§ Hak atas identitas budaya dan
hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I ayat 3)
§ Perlindungan, pemajuan,
penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,
terutama pemerintah (pasal 28 I ayat 4)
§ Untuk menegakkan dan
melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis
maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan (pasal 28I ayat 5)
§ Setiap orang wajib menghormati
hak orang lain (pasal 28 J ayat 1)
§ Setiap orang dalam menjalankan
hak dan kebebasanya wajib tunduk kepada pembatasan yang telah ditetapkan oleh
Undang-Undang (pasal 28 J ayat 2)
Definisi
hak-hak sipil dan politik
Hak-hak sipil dan
politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia
yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar menusia bebas
menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik.
Adapun yang berkewajiban
untuk melindungi hak-hak sipil dan politik warga negara sesuai dengan Pasal 8
Undang-undang No. 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa perlindungan, Pemajuan,
Penegakan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia terutama menjadi tanggung jawab
pemerintah.
Karakteristik
hak-hak sipil dan politik:
1. Dicapai dengan
segera;
2. Negara bersifat
pasif;
3. Dapat diajukan ke
pengadilan;
4. Tidak bergantung pada
sumber daya;
5. Non-ideologis.
Di dalam perlindungan
hak-hak sipil dan politik, peran negara harus dibatasi karena hak-hak sipil dan
politik tergolong ke dalam negative right, yaitu hak-hak-hak dan kebebasan yang
dijamin di dalamnya akan terpenuhi apabila peran negara dibatasi. Bila negara
bersifat intervensionis, maka tidak bisa dielakkan hak-hak dan kebebasan yang
diatur d idalamnya akan dilanggar negara.
Hak-hak yang termasuk ke
dalam hak-hak sipil dan politik
1. Hak hidup;
2. Hak bebas dari
penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi;
3. Hak bebas dari
perbudakan dan kerja paksa;
4. Hak atas kebebasan
dan keamanan pribadi;
5. Hak atas kebebasan
bergerak dan berpindah;
6. Hak atas pengakuan
dan perlakuan yang sama dihadapan hukum;
7. Hak untuk bebas
berfikir, berkeyakinan dan beragama;
8. Hak untuk bebas
berpendapat dan berekspresi;
9. Hak untuk berkumpul
dan berserikat;
10. Hak untuk turut
serta dalam pemerintahan.
Instrumen HAM yang
mengatur hak-hak sipil dan politik:
1. UUD 1945 (Pasal 28 A,
28 B (ayat 1, 2), 28 D ayat (1, 3, 4), 28 E ayat (1, 2, 3), 28 F, 28 G ayat (1,
2), 28 I ayat (1, 2).
KESIMPULAN
Kebebasan dasar dan
hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia
secara kodrati sebagai anugerah tuhan yang maha esa. Hak-hak ini tidak dapat
diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat
kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apapun
mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap
manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi
titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara sebagimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 yang berbasis hak asasi manusia.
SUMBER:
id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia