Jumat, 10 Januari 2014

sofskill Kisah Sido Muncul Jualan Jamu ke Luar Negeri Hingga Melantai di Bursa Saham


Feby Dwi Sutianto - detikFinanceJakarta - PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) merupakan satu-satunya perusahaan jamu Indonesia yang melantai di bursa saham tanah air. Selain ingin memperoleh suntikan modal, langkah Sido Muncul ini juga untuk menunjukkan eksistensinya di pasar global. Presiden Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat menjelaskan pihaknya saat ini mampu tumbuh menjadi perusahaan jamu modern dan raksasa dengan 200 jenis produk. Bahkan pangsa pasar produk Sido Muncul seperti Tolak Angin hingga kopi tembus berbagai belahan dunia seperti ASEAN, Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah dan Afrika."Sekarang Anda lihat semua jamu diekspor ke mana-mana bahkan diimpor negeri-negeri maju. Bahkan mereka yang berpergian seperti wisatawan banyak yang bawa Tolak Angin. Saya rasa masa depan industri jamu akan bersinar," Irwan saat diskusi di Rumah Makan Sari Kuring SCBD Jakarta, Sabtu (4/1/2014).Irwan bercerita saat memperkenalkan produk unggulan perusahaan yakni jamu cair Tolak Angin pada tahun 1990an. Respons pasar dan industri farmasi dan jamu sangat negatif. Berkat kerja keras tim di Sido Muncul, jamu Tolak Angin menjadi idola di dalam dan luar negeri serta banyak diikuti oleh industri farmasi Indonesia."Kalau rasanya enak dan mengolahnya benar secara logika pasti laku. Kita menemukan dan waktunya tepat pasti jamu jadi produk luar biasa seperti produk Tolak Angin. Tahun 90-an mana ada yang mau buat produk jamu masuk angin. Sekarang pabrik farmasi pada buat," sebutnya.Dengan ketekunan, Irwan yang bergabung pada tahun 1970-an, itu mulai bekerja di Sido Muncul yang masih dianggap perusahaan kecil dengan omset Rp 900.000 per bulan.

Saat ini, Sido Muncul mampu meraup omzet hingga Rp2,4 triliun pada tahun 2013 dan sudah go public diBursa Efek Indonesia (BEI). Total karyawan yang dipekerjakan saat ini mencapai 4.000 orang. Dari 4.000 orang, sebanyak 5% karyawan berada di divisi riset dan pengembangan."Waktu saya pertama masuk omzet Rp 900 ribu. Itu tahun 70an. Sekarang sudah Rp 2,4 triliun," sebutnya.Selain itu, pada tahun 1970-an pangsa pasar produk jamu dibandingkan dengan total penjualan industri farmasi hanya sebesar 1,5%. Beberapa puluh tahun kemudan, produk-produk jamu mampu menguasai hingga 15% dari total pasar produk farmasi nasional."Kita bandingkan tahun 70an jamu 1-1,5% dibandingkan farmasi. Mungkin sekarang 10%-15%. Sekarang dapat pertumbuhan banyak. Kalau di luar Jawa. Kita pakai bintang iklan. Kita ubah nama jamu," jelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar