Selasa, 31 Maret 2015

TUGAS PAK DODI



NAMA: NITA MARLINA
KELAS : 4EA09
NPM : 15211196
UNDANG UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a
bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
b.
bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional yang sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang- undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif;
c.
bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu
diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai  usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
d.
bahwa Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang
-undang yang baru;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas;
Analisis

Analisis PT UU no 40 tahun 2007:
Berdasarkan Pasal 1 UU PT No. 40/2007 pengertian Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. PT merupakan perusahaan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak dan kewajiban, sebagai badan hukum. Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan perantaraan pengurusnya).

Analisis koperasi no 25 tahun 1992:
Sebelumnya, kritik terhadap Undang-Undang Perkoperasian juga dilontarkan oleh Revrisond Baswir bahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2001 tidak memiliki perbedaan substansial dengan Undang-Undang Perkoperasian era orde baru Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1967. Secara substansial, Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih mewarisi karakteristik/corak koperasi yang diperkenalkan di era pemerintahan Soeharto melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967

Analisis koperasi no 12 tahun 1967 :
Perbedaan mendasar antara Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1958 di era pemerintahan Soekarno terletak pada ketentuan keanggotaan koperasi. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1958, sebagaimana diatur pada Pasal 18, yang dapat menjadi anggota koperasi adalah yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha koperasi. Ketentuan ini lebih lanjut menurut Revrisond sejalan dengan penjelasan Mantan Wakil Presiden Moh. Hatta bahwa “bukan corak pekerjaan yang dikerjakan menjadikan ukuran untuk menjadi anggota, melainkan kemauan dan rasa bersekutu dan cita-cita koperasi yang dikandung dalam dada dan kepala masing-masing”.
]

Analisis keseluruhan:
Berdasarkan Pasal 1 UU PT No. 40/2007 pengertian Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. PT merupakan perusahaan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak dan kewajiban, sebagai badan hukum. Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan perantaraan pengurusnya).
Koperasi atau Cooperative Organization bermakna organizatian owned by and operated for the benefit of those using its services atau dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa organisasi koperasi adalah organisasi yang dimiliki sekaligus dioperasikan untuk kepentingan penggunaannya dalam hal ini adalah anggotanya. Koperasi yang berawal dari kata “co” yang berarti bersama dan “operation” yang berarti bekerja, sehingga koperasi diartikan dengan “bekerja sama”. Sedangkan, pengertian umum koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan sama, diikat dalam suatu organisasi yang berasaskan kekeluargaan dengan maksud mensejahterakan anggota.

Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858) yang diterapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama “The Cooperator” yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.

Koperasi di Indonesia diperkenalkan oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada Tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Utomo. Tokoh nasional yang dengan gigih mendukung koperasi adalah Moh. Hatta, wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama, sehingga beliau disebut dengan Bapak Koperasi Indonesia. Secara resmi gerakan koperasi Indonesia baru lahir pada tanggal 12 Juli 1947 pada Kongres I di Tasikmalaya yang diperingati sebagai Hari Koperasi Indonesia.

Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Koperasi ini diatur berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

Lahirnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 menggantikan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinilai memiliki beberapa kelemahan dan mewarisi tradisi perkoperasian kolonial. Salah satu contohnya adalah semangat koperasi dihilangkan kemandiriannya dan disubordinasikan di bawah kepentingan kapitalisme maupun negara. Campur tangan pemerintah dan kepentingan pemilik modal besar sangat terbuka dalam undang-undang ini.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Koperasi dijelaskan bahwa koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Dari definisi tersebut mengandung makna koperasi sebagai badan hukum yang tidak ada bedanya dengan badan usaha uang lain. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih berlandaskan pada azas perseorangan yang hampir sama dengan perusahaan kapitalistik seperti Perseroan.

Selain itu, dalam Pasal 75 Undang-Undang ini yang mengatur soal penyertaan modal tidak mengenal adanya pembatasan. Akibatnya, koperasi bisa kehilangan kemandiriannya dan anggotanya hanya sekadar dijadikan objek pinjaman bagi pemilik modal besar. Bahkan, Pasal 55 semakin mengancam kemandirian koperasi yang membolehkan kepengurusan koperasi dari luar anggota. Keberadaan Dewan Pengawas sebagaimana tercantum dalam Pasal 48 sampai Pasal 54 juga yang berfungsi layaknya lembaga superbody. Hal ini memudahkan keputusan koperasi di luar kepentingan anggotanya.
Sebelumnya, kritik terhadap Undang-Undang Perkoperasian juga dilontarkan oleh Revrisond Baswir bahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2001 tidak memiliki perbedaan substansial dengan Undang-Undang Perkoperasian era orde baru Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1967. Secara substansial, Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih mewarisi karakteristik/corak koperasi yang diperkenalkan di era pemerintahan Soeharto melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967.

Perbedaan mendasar antara Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1958 di era pemerintahan Soekarno terletak pada ketentuan keanggotaan koperasi. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1958, sebagaimana diatur pada Pasal 18, yang dapat menjadi anggota koperasi adalah yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha koperasi. Ketentuan ini lebih lanjut menurut Revrisond sejalan dengan penjelasan Mantan Wakil Presiden Moh. Hatta bahwa “bukan corak pekerjaan yang dikerjakan menjadikan ukuran untuk menjadi anggota, melainkan kemauan dan rasa bersekutu dan cita-cita koperasi yang dikandung dalam dada dan kepala masing-masing”.
Pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 ketentuan keanggotaan koperasi berubah secara mendasar. Hal ini tergambar dalam Pasal 11 bahwa keanggotaan koperasi didasarkan atas kesamaan kepentingan dalam lapangan usaha koperasi. Kemudian, pada Pasal 17 yang dimaksud dengan anggota yang memiliki kesamaan kepentingan adalah suatu golongan dalam masyarakat yang homogen. Perubahan ketentuan keanggotaan yang dilakukan melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 ini adalah dasar bagi tumbuhnya koperasi-koperasi golongan fungsional seperti koperasi pegawai negeri, koperasi dosen, dan koperasi angkatan bersenjata di Indonesia. Undang-Undang Perkoperasi yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 juga mempertahankan keberadaan koperasi golongan fungsional. Pada Pasal 27 ayat (1), syarat keanggotaan koperasi primer adalah mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi. Lebih lanjut dalam penjelasn disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesamaan kepentingan ekonomi adalah kesamaan dalam hal kegiatan usaha, produksi, distribusi, dan pekerjaan atau profesi.

Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 membuka peluang untuk mendirikan koperasi produksi, namun di Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 peluang ini justru ditutup sama sekali. Hal ini terlihat pada Pasal 83, di mana hanya terdapat empat koperasi yang diakui keberadaannya di Indonesia, yaitu koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa, dan koperasi simpan pinjam. Sesuai dengan Pasal 84 ayat (2) yang dimaksud dengan koperasi produsen dalah koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi. Artinya, yang dimaksud dengan koperasi produsen sesungguhnya adalah koperasi konsumsi para produsen dalam memperoleh barang dan modal.
Karakteristik Undang-Undang No, 17 Tahun 2012 yang mempertahankan koperasi golongan fungsional dan meniadakan koperasi produksi itu jelas paradoks dengan perkembangan koperasi yang berlangsung secara internasional. Dengan tujuan dapat digunakan sebagai dasar untuk menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, justru Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 diwaspadai menjadi ancaman serius terhadap keberadaan koperasi di Indonesia.

Selain itu, pada Pasal 78 Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 mengatur koperasi dilarang membagikan profit apabila diperoleh dari hasil transaksi usaha dengan non-anggota, yang justru seharusnya surplus/profit sebuah koperasi sudah sewajarnya dibagikan kepada anggota. Hal ini cukup membuktikan ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Hal mana yang sudah kita ketahui bersama bahwa koperasi sangat sulit melakukan transaksi dengan nilai laba tinggi kepada anggotanya, karena justru menekan laba/profit demi memberikan kesejahteraan kepada anggotanya. Bersikap tolak belakang dari ketentuan Pasal di atas, Pasal 80 menentukan bahwa dalam hal terdapay defisit hasil usaha pada koperasi simpan pinjam, anggota wajib menyetor tambahan Sertifikan Modal Koperasi
Berkaitan dengan lembaga Credit Union, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi kontroversi, sebab Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tidak sama sekali menyinggung soal Credit Union, padahal credit union berkembang sangat pesat di provinsi tersebut. Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat lebih menyukai menggunakan fasilitas Credit Union daripada koperasi.
Bagi penulis, tidak terlalu mempersoalkan hal tersebut jika credit union tidak dimasukkan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012. Hal ini dikarenakan, Credit Union sangatlah berbeda dengan sistem koperasi utamanya Koperasi Simpan Pinjam. Jika simpan pinjam di luar Credit Union modal bisa dari pihak luar yang kemudian dipinjamkan kepada anggotanya, maka di Credit Union bersifat swadaya, pendidikan, dan solidaritas.
Pinjaman yang diberikan kepada anggota Credit Union adalah murni dari modal yang tergabung di dalamnya dan bukan dari pinjaman yang berasal dari pihak ketiga. Jika Credit Union telah tidak masuk dalam Undang-Undang Perkoperasian, maka kedepan mungkin akan dibuatkan aturan yang lebih spesifik/khusus baik dari segi hukum materiil ataupun formalnya, agar lebih memberikan kepastian hukum. 



Sabtu, 29 November 2014

TUGAS ETIKA BISNIS



Kejaksaan diminta usut kejahatan korporasi libatkan produsen ATM


Mantan  Menteri  Hukum dan Hak Asasi   Manusia  Muladi  mengatakan, kasus  kejahatan korporasi di Indonesia saat ini banyak dan seharusnya  bisa  ditindak  pidana. Menurut dia, ancaman pidana yang bisa digunakan menjerat pidana korporasi, misalnya; tindak pidana korupsi, pencucian uang, lingkungan hidup, dan lain-lain.

"Namun sangat langka dan mengecewakan menemukan itu di pengadilan," kata Muladi dalam peluncuran bukunya bersama putrinya  Diah Sulistyani yang berjudul, "Pertangungjawaban Pidana Korporasi" di Gedung Lemhanas, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (30/10).

Dalam sambutannya, Muladi mencontohkan sebuah kasus kejahatan korporasi. Sebuah produsen mesin ATM dan sistem keamanan di Amerika Serikat, yakni Diebold INC dan cabangnya di Indonesia, PT Diebold Indonesia telah didenda berat sebesar USD 48 juta. Denda itu dijatuhkan terkait dengan penyuapan terhadap pejabat bank BUMN di Indonesia sebesar USD 18 juta untuk membiayai perjalanan, hiburan, dan hadiah lainnya.

Menurut Muladi, Diebold INC melakukan itu agar hasil produksinya digunakan dengan rekayasa saat tender. Dia menilai cukup fantastis denda atas perbuatan Diebold INC oleh pemerintah Amerika Serikat.

"Dendanya yang dijatuhkan divisi penyidikan The securities an Exchange Commission cukup fantastis, karena melanggar aturan tindak pidana korupsi di Amerika Serikat," kata Muladi.

Meski kasus suapnya terjadi di Indonesia, menurut Muladi, penegakan hukumnya masih lambat. Padahal pihak Amerika Serikat sendiri sudah menjatuhkan denda perusahaan yang melakukan suap.


Minggu, 16 November 2014

pelanggaran / kecurangan dalam etika berbisnis

NAMA: NITA MARLINA
KELAS: 4EA09
NPM: 15211196
TUGAS 
 
Kecurangan
 
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban dan aspek teknik. Apabila keempat asepk tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.
Seiring dengan tekad pemerintah untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK), maka ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan kecurangan. Tulisan ini mencoba membahas mengenai kecurangan (fraud) terlebih dahulu. Pada edisi ASEINews berikutnya, penulis akan menghubungkannya dengan TPK/KKN dan fraud audit atau audit investigasi yang lagi sering dibahas orang berkaitan dengan kasus KPU. Oleh karena itu, keep in touch ya….
Definisi Kecurangan
Kecurangan (Fraud) sebagai suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana, fraud adalah penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong, menipu, menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan disini adalah merubah asset/kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak wajar untuk kepentingan dirinya. Fraud dapat dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari luar perusahaan. Fraud umumnya dilakukan oleh orang dalam perusahaan (internal fraud) yang mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan.
Yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) sangat luas dan ini dapat dilihat pada butir mengenai kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan (keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah:
a.        Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation)
b.       dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present)
c.       fakta bersifat material (material fact)
d.      dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly)
e.      dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi.
f.        Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation)
g.       yang merugikannya (detriment).
Kecurangan dalam tulisan ini termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/perusahaan.
Kategori Kecurangan
Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi.
Berdasarkan pencatatan
Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:
a. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-the-books, lebih mudah untuk ditemukan).
b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books)
c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan)
Berdasarkan frekuensi
Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:
a. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan kecurangan — walaupun terjadi beberapa kali — pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).
b. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk menghentikannya.
Bagi auditor, signifikansi dari berulang atau tidaknya suatu kecurangan tergantung kepada dimana ia akan mencari bukti. Misalnya, auditor harus mereview program aplikasi komputer untuk memperoleh bukti terjadinya tindakan kecurangan pembulatan ke bawah saldo tabungan nasabah dan pengalihan selisih pembulatan tersebut ke suatu rekening tertentu.
Berdasarkan konspirasi
Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.
Berdasarkan keunikan
Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: (1) pengambilan aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank, dana pensiun, reksa dana (disebut juga custodial fraud) dan (2) klaim asuransi yang tidak benar.
b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.
Gejala Adanya Kecurangan
Pelaku kecurangan di atas dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu: manajemen dan karyawan. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut.
CONTOH YANG AKAN SAYA AMBIL DARI KASUS:

PT. LAPINDO BRANTAS
Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan (KKKS) yang ditunjuk BPMIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi di indonesia..
Saham Lapindo Brantas dimiliki 100% oleh PT. Energi Mega Persada melalui anak perusahaannya yaitu PT Kalila Energy Ltd (84,24 persen) dan Pan Asia Enterprise (15,76 persen). Saat ini Lapindo memiliki 50% participating interest di wilayah Blok Brantas, jawa timur indonesia. Selain Lapindo, participating interest Blok Brantas juga dimiliki oleh PT Medco E&P Brantas (anak perusahaan dari medcoenergi) sebesar 32 persen dan santos sebesar 18 persen. Dikarenakan memiliki nilai saham terbesar, maka Lapindo Brantas bertindak sebagai operator.
PT. Energi Mega Persada sebagai pemilik saham mayoritas Lapindo Brantas merupakan anak perusahaan grup bakrie. Grup Bakrie memiliki 63,53% saham, sisanya dimiliki komisaris EMP, Rennier A.R. Latief, dengan 3,11%, Julianto Benhayudi 2,18%, dan publik 31,18%. Chief Executive Officer (CEO) Lapindo Brantas Inc. adalah Nirwan bakrie yang merupakan adik kandung dari pengusaha dan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu, Aburizal Bakrie.

Etika yang ada dalam kecurangan hanya mementingkan pihak dalam dibandingkan masyarakat. terhadap komunitas masyarakat Tindakan Kejahatan Korporasi PT. Lapindo Brantas (Terhadap Masyarakat dan Lingkungan Hidup di Sidoarjo, Jawa Timur). Telah satu bulan lebih sejak terjadinya kebocoran gas di areal eksplorasi gas PT. Lapindo Brantas (Lapindo) di Desa Ronokenongo, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo. Kebocoran gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter. Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan warga. tak kurang 10 pabrik harus tutup, 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati lagi, demikian juga dengan tambak-tambak bandeng,
belum lagi jalan tol Surabaya-Gempol yang harus ditutup karena semua tergenang lumpur panas. Perusahaan terkesan lebih mengutamakan penyelamatan asset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan social yang ditimbulkan. Namun Lapindo Brantas akhirnya sepakat untuk
membayarkan tuntutan ganti rugi kepada warga korban banjir Lumpur Porong, Sidoarjo. Lapindo akan membayar Rp2,5 juta per meter persegi untuk tanah pekarangan beserta bangunan rumah, dan Rp120.000 per meter persegi untuk sawah yang terendam lumpur.dan sampai sekarang belum ada tindakan pasti dalam penangan ini..

Minggu, 19 Oktober 2014

TUGAS SOFTSKIL

NAMA: NITA MARLINA
KELAS: 4EA09
NPM: 15211196

TUGAS ETIKA BISNIS MENCARI 3 JURNAL .

JURNAL 1


PENGARUH CORPORATE ABILITY DAN CORPORATESOCIAL        RESPONSIBILITY TERHADAP EVALUASI          KONSUMEN  ( PRODUK TOLAK ANGIN PT.SIDOMUNCUL )

Nama Peneliti                :  Frans Patty dan H.Ratnawati Dwi Putranti

Tahun Penelitian             : 2013
Tempat Penelitian          : Semarang

Varibel yang diteliti        : corporate ability (kemampuan  perusahaan),  corporate social responsibility                                             (tanggung jawab sosial perusahaan)

Hasil penelitian         : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh corporate abiliy       (kemampuan perusahaan) dan corporate social responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan) terhadap evaluasi konsumen.Populasi dalam dalam penelitian ini adalah masyarakat kota Semarang pengguna produk Tolak Angin PT. Sidomuncul. Sampel yang diambil sebanyak 85 responden, teknik pengambilan data menggunakan metode non-probability sampling, yaitu dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode penelitian lapangan (field recearch) melalui observasi, wawancara dengan tanya jawab langsung kepada responden, daftar pertanyaan (kuesioner) dan metode studi pustaka. Analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, analisa statistik deskriptif. Selanjutnya di analisis menggunakan teknik regresi linier berganda.

Dari hasil analisis di ketahui bahwa corporate abilityberpengaruh signifikan terhadap evaluasi produk dancorporate social responsibility berpengaruh signifikan terhadap evaluasi produk.
  
JURNAL 2

Nama            : Resti Yulistria

Judul            : PENGARUH ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL                PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA ORGANISASI(Penelitian Pada Pegawai                         PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur)

Tahun            : 2007

Tempat         : PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur


Kata kunci  : Etika Bisnis, Kinerja Organisasi, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Metode penelitian yang digunakan adalah Explanatory Survey, dengan teknik pengumpulan data kuesioner skala lima kategori Likert. Sumber data diperoleh dari populasi pegawai PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Cianjur. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah regresi. Teknik ini digunakan untuk mengukur pengaruh yang disebabkan variabel bebas terhadap variabel terikat.Variabel etika bisnis diukur melalui indikator otonomi, keadilan, kejujuran, saling menguntungkan, dan integritas moral, dan variabel tanggung jawab sosial perusahaan diukur melalui indikator market actions, mandated actions, dan voluntary actions. Kedua variabel bebas tersebut diukur berdasarkan persepsi pegawai. Adapun variabel kinerja organisasi diukur melalui indikator perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yang diukur berdasarkan kondisi riil tingkat kinerja organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur).
Hasil penelitian secara deskriptif menunjukkan bahwa etika bisnis PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur berada pada kategori tinggi sedangkan untuk tanggung jawab sosial perusahaan dan tingkat kinerja organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur berada pada kategori cukup. Oleh karena itu, penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa perbaikan kinerja organisasi di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur untuk selanjutnya dijadikan dasar dalam menganalisis tingkat kinerja organisasinya.

JURNAL 3
Judul  : Pengaruh Kepuasan Atas Kualitas Pelayanan Dan Kepercayaan Terhadap Loyalitas Nasabah PT Bank Mandiri Tbk Cabang Muaro PADANG
Nama Peneliti                          : Deby Meigy Arzena

Tahun                                      : 2012

Tempat Penelitian                   : PT Bank Mandiri Cabang Muaro Padang

Varibel yang diteliti                : Kepuasan atas kualitas pelayanan, kepercayaan , loyalitas

Hasil penelitian                       :
Kepuasan pelanggan memegang peranan yang sangat penting guna menjamin kelangsungan hidup suatu usaha terutama perusahaan bergerak dibidang jasa. Selain kepuasan pelanggan yang perlu diperhatikan lagi adalah kepercayaa pelanggan. Kepecayaan merupakan suatu kondisi ketika salah satu pihak yang terlibat dalam proses pertukaran yakin dengan kehandalan dan integritas pihak yang lain (Morgan dan Hunt).
Persaingan memperebutkan nasabah bank sangat ketat. Dengan jumlah bank dan kantor cabang yang banyak dan produk yang ditawarkan bank beragam, kualitas pelayanan dan kepercayaan memang sangat penting bagi bank untuk mempertahankan nasabah atau mendapatkan nasabah baru. Walupun kualitas pelayanan dan kepercayaan sebuah bank dianggap berkualitas namun nasabahnya juga belum tentu loyal.
Populasi penelitian ini adalah siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data.
Berdasarkan  hasil analisis , kepuasan atas kualitas pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap nasabah PT Bank Mandiri Cabang Muaro Padang sedangkan kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas nasabah PT Bank Mandiri Cabang Muaro Padang jadi untuk meningkatkan loyalitas nasabah dapat melalui peningkatan secara langsung kepercayaan nasabah.


Selasa, 10 Juni 2014

puisi sajak mata-mata ws.rendra

format:
nita marlina
15211196
3ea09
http://www.youtube.com/watch?v=oTKj_jHU_ec&feature=youtu.be

tugas budaya sofskill


NAMA: NITA MARLINA
NPM : 15211196
KLS: 3EA09

Banyaknya warisan budaya yang dimiliki oleh Indonesia mendorong keikutsertaan negeri ini dalam Memory Of the World (MOW) yang digagas UNESCO. Hal itu sebagai bentuk kepedulian akan ingatan kolektif dunia berupa warisan dokumenter yang secara sah dapat menjadi bukti kejadian penting dalam sejarah umat manusia. Pada tahun 2007, Indonesia mengajukan "Negarakretagama" dalam Regional MOW Register yang disetujui UNESCO dalam sidang tahun 2008 di Canberra, Australia. Pada akhir Maret 2012, dokumen ini diajukan kembali bersama naskah otobiografi "Babad Dipanegara" dan berhasil diakui sebagai International MOW Register pada bulan Juni 2013.

"Negarakretagama" gubahan Empu Prapanca adalah deskripsi kejayaan dan kebesaran Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Ditulis di atas lontar dengan huruf dan bahasa Jawa Kuna dan diungkapkan dalam format puitik kakawin, "Negarakretagama" juga berisi tentang hukum,undang-undang serta tata pemerintahan yang menjadi warisan Majapahit.

Sementara "Babad Diponegoro" adalah otobiografi dan perjalanan hidup Pangeran Diponegoro yang ditulis selama masa pengasinggannya di Manado pada 1831-1832. Walau berbeda jaman dengan saat ini, tetapi konsep dan pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam "Negarakretagama" dan "Babad Diponegoro" dapat memberikan roh sumber kajian sosial, budaya, dan politik pada saat ini. Sebelumnya, naskah-naskah "I La Galigo" yang merupakan karya sastra terbesar di dunia yang berasal dari Sulawesi yang ditulis sekitar abad ke-10 telah terdaftar sebagai International MOW Register pada tanggal 27 Juli 2011.

Sejak tahun 2006, telah dibentuk suatu Komite Nasional MOW Indonesia. Komite MOW Indonesia merupakan unit nonstruktural yang berada dan bertanggung jawab dalam lingkungan organisasi LIPI serta ditetapkan dengan Keputusan Kepala LIPI dan bersifat koordinatif dengan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU). Duduk sebagai Ketua Komite adalah Deputi Jasa Ilmiah LIPI dan Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI sebagai Sekretaris Komite.

Tujuan dari program Memory of the World Indonesia adalah untuk memfasilitasi pelestarian dokumen dari warisan dokumenter dunia melalui tehnik yang paling tepat, membantu akses pada warisan dokumenter dunia tersebut, dan meningkatkan kesadaran dari keberadaan dan pentingnya warisan dokumenter dunia.

Keanggotaan Komite MOW Indonesia berasal dari unsur pemerintah, swasta, dan para pakar di bidangnya, antara lain Kementerian Negara Riset dan Teknologi RI, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, LIPI, Museum Nasional, Arsip Nasional RI, Perpustakaan Nasional RI, serta LSM dan Perguruan Tinggi.

Pada Rabu, 3 Juli 2013, Komite MOW Indonesia akan mengadakan Penyambutan Pengakuan "Negarakretagama" dan "Babad Diponegoro" sebagai Ingatan Kolektif Dunia (Memory of the World) UNESCO di Gedung A, Lantai 2 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Turut hadir dalam acara tersebut adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UI Prof. Edi Sedyawati dan Dr. Peter Carey, penulis buku "Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855". Selain itu juga akan diadakan diskusi mengenai relevansi "Negarakretagama" dan "Babad Diponegoro" oleh Prof. Wardiman Djojonegoro dan Dr. Ninie Susanti.


Oleh: Edi Sedyawati
Sebenarnya, obyek ilmu Arkeologi tak pernah bergerak: bahan kajian utamanya berupa artefak ataupun benda-benda tinggalan alamiah dari masa lalu itu tak pernah bergerak sendiri. Mereka diam di dalam atau di atas tanah. Para ahli Arkeologi lah yang bergerak mencarinya dengan melakukan ekskavasi atau pun semata-mata pencatatan apabila tinggalannya ada di atas permukaan tanah. Adapun yang ‘bergerak’ dari sasaran kajian para arkeolog, itu adalah permasalahan penelitiannya, yang senantiasa dapat dikembangkan atau pun diberi penglihatan baru.
Sasaran awal dari kajian Arkeologi adalah telaah deskriptif: mulai dari tampilan fisik primer, sampai ke yang sudah menyertakan analisis berkenaan dengan unsure-unsur atau komposisi materialnya, atau bekas pakai, maupun yang telah dikaitkan dengan suatu ancangan klasifikasi dan tipologi tertentu. Lebih jauh, pertanyaan-pertanyaan spesifik dapat dihadapkan kepada data Arkeologi, terkait dengan berbagai permasalahan khusus yang dapat dibangun oleh peneliti. Sebagaimana biasa dijumpai pada kajian-kajian sejarah, kajian Arkeologi pun dapat mengajukan seumlah pertanyaan, baik berkenaan dengan struktur maupun dengan proses. Pada gilirannya penelisikan structural ataupun prosesual itu dapat pula diperhadapkan dengan berbagai pertanyaan khusus, misalnya yang berkenaan dengan perilaku social, lingkungan alam, maupun berbagai aspek teknologi yang terkait dengan pembuatan alat maupun pembangunan lingkungan buatan oleh manusia.
Adapun relevansi Arkeologi bagi masyarakat umum yang disebut “public” itu perlu ditegaskan. Benarkah masyarakat umum di luar para penggiat Arkeologi sendiri itu mempunyai kepentingan terhadp Arkeologi? Mungkin secara spesifik tidak, namun secara umum mestinya suatu bangsa itu berkepentingan untuk mengetahui masa lalunya. Dan masa lalu itu untuk sebagian dapatlah diketahui melalui kajian-kajian Arkeologi. Pada titik ini perlu diperhatikan betapa kajian sejarah dan Arkeologi dalam kenyataan saling menyilang dan saling mendukung. Sebagaimana kita bersepakat sejarah dan Arkeologi dibedakan dari sumber data utamanya: sumber utama sejarah adalah dokumen tertulis yang memuat teks, yang untuk masa tertentu yang dekat dengan masa kini dapat ditunjang pula oleh data informasi lisan dari pelaku atau saksi sejarah, sedangkan sumber utama Arkeologi adalah tinggalan kebendaan dari masa lalu, baik yang amat jauh ke belakang maupun yang cukup dekat dengan masa kini. Namun kenyataan penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis tersebut saling melengkapi, dan sering juga saling menjelaskan. Pemahaman tentang masa lalu suatu bangsa dibentuk oleh keduanya. Disitulah letak kepentingan public terhadap Arkeologi dan juga sejarah. Konon suatu bangsa yang tidak mengenal (pondasi) masa lalunya akan menjadi bangsa yang lemah, yang dapat mudah ‘diarahkan’. Atau dengan kata lain dijajah, oleh bangsa(-bangsa) lain. Demikianlah pernah dinyatakan oleh Miguel Leon-Portilla, seorang ahli kebudayaan yang menulis buku Endangered Cultures (1976, terjemahan 1990).
Kini baiklah ditinjau peminatan-peminatan khusus yang dimungkinkan dengan bertitik tolak dari bidang Arkeologi. Suatu peminatan khusus itu bisa terkait dengan obyek kajian yang spesifik, dan bisa pula dengan penyertaan ilmu lain. Adapun peminatan atas dasar obyek yang spesifik dapat dicontohkan oleh kajian-kajian terfokus, seperti kepada: benda-benda tembikar (keramik dalam arti luas), benda-benda logam, keduanya berkenaan dengan kajian bentuk dan teknologinya, ataupun contoh-contoh lain berupa kajian ikonografi, kajian arsitektur, kajian tata hunian, dan lain-lain. Kajian terhadap obyek-obyek spesifik itiu sedikit-banyak seringkali perlu juga menyertakan perangkat konsep atau teori dari ilmu-ilmu lain. Adapun jenis-jenis kajian Arkeologi yang lebih jelas ‘menggandeng’ ilmu-ilmu lain dapat dicontohkan oleh misalnya: kajian kesejarahan, atau kajian yang terpusat kepada permasalahan struktur dan proses social, ataupun kajian di sekitar lingkungan hidup dan upaya penanggapan atau penanggulangannya. Ketiga contoh itu terkait dengan ilmu-ilmu lain, masing-masing: ilmu sejarah, sosiologi, dan ilmu ekologi.
Disamping itu semua, suatu peminatan khusus dalam studi Arkeologi dapat berkenaan dengan tempat atau lingkungan dimana peninggalan-peninggalan masa lalu itu ditemukan. Yang dimaksud di sini adalah apa yang dapat disebut sebagai “Arkeologi Bawah Air” atau Underwater Archaeology”. Letak tinggalan yang memerlukan keahlian dan perlengkapan khusus untuk mengkajinya itu membuatnya sebagai subyek kajian yang khusus pula, meski benda-benda yang ditemukan di bawah air itu dapat saja dpelajari lebih jauh terkait dengan pemintan khusus yang telah disebut di muka. Dalam kajian ini perlu kita membedakan antara “Arkeologi Bawah Air” ini dengan apa yang dapat dinamakan Arkeologi Maritim. Kalau yang pertama, yaitu Arkeologi bawah air, terkait dengan letak tekmuannya yang berada di bawah permukaan air, maka apa yang dapat disebut dengan Arkeologi Maritime adalah kajian Arkeologi yang khususnya terkait denga dunia pelayaran. Dalam hal terakhir ini temuan-temuan artefak yang dibahas tidak perlu ditemukan di bawah air, namun misalnya mengindikasikan adanya pelayaran melintasi laut, seperti dalam hal ditemukannya keramik Arikamedu (dari India) di situs Sembiran di Bali Utara. Selebihnya suatu pengkhususan Arkeologi Maritim dapat mempelajari lebih rinci mengenai teknologi perkapalan melalui artefak-artefak masa lalu yang ditemukan. Dalam hubungan inisenantiasa dapat dilakukan bandingan dengan tradisi-tradisi teknologi yang masih dikenal dalam lengkungan-lingkungan tenik tertentu. Maka suatu pendekatan antropolgis dapat diterapkan dalam hal kajian-kajian semacam itu. Suatu upaya analogi dapat menjadi titik berat dalam hal itu. Kajian dengan ancangan itu lazim disebut sebagai kajian Etno-Arkeologi. Sudah tentu hal ini tidak melulu berlaku untuk kajian maritime, namun dapat juga diterapkan misalnya untuk kajian-kajian dengan ancangan lain, seperti misalnya: teknologi pangan, adat berbusana, teknik dan system perburuan, dan sebagainya.
Dengan pergandengan bersama ilmu-ilmu lain itu Arkeologi dapat membantu merekonstruksi peri kehidupan manusia di masa lalu, berkenaan dengan berbagai system, seperti: system religi, system social, system mata pencaharian hidup, dan lain-lain. Konstruksi-konstruksi sistemik itu dapat dibangun dan diperhadapkan dengan data Arkeologi untuk membentuk gambaran-gambaran kehidupan masa lalu di berbagai satuan kewilayahan, pada berbagai satuan social yang dapat diduga adanya. Dengan kata lain, Arkeologi dapat memberikan sumbangan dalam merekonstruksi peri kehidupan di masa lalu. Untuk menujuk ke sana sandaran utamanya adalah komparasi dan analogi: komparasi intra data Arkeologi sendiri, dan analogi dengan data bidang-bidang ilmu lain, apakah itu antropologi, histori, geologi, sosiologi, ataupun ilmu-ilmu lain. Untuk menuju ke sana sandaran utamanya adalah komparasi dan analogi: komparasi intra data Arkeologi sendiri, analisis pun dapat ditujukan ke arah-arah yang belum pernah ditempuh sebelumnya. Hal ini dapat dicontohkan oleh semakin mendetailnya analisis terhadap benda-benda gerabah yang ditemukan dalam konteks Arkeologi: disamping bentuk-bentuk bendanya, telah dianalisis pula berbagai sifat pembeda yang ada pada gerabah, seperti: komposisi bahan dasar, sifat pembakaran, proses pembentukan (seperti terlihat pada misalnya: tanda ‘roulette’, temper, glasir, pewarnaan, dan sebagainya) serta berbagai fungsi yang mungkin terkait dengannya. Demikian juga berkenaan dengan arca: disamping telah dibedakan atas dasar ciri-ciri ikonografik, yang banyak didukung oleh informasi tekstual mengenai kaidahnya, analisis gaya seni arca juga telah dicoba untuk lebih dirinci sampai bertele-tele seperti dalah hal pengarcaan Ganesa!
Penggandengan dengan ilmu-ilmu alamiah memungkinkan Arkeologi untuk dibantu, atau mungkin turut menjawab, permasalahan-permasalahan alamiah, misalnya yang terkait dengan keadaan dan perubahan-perubahan bumi di masa-masa yang lalu. Demikian pula proses-proses pengerjaan peralatan hidup, apakah itu pembakaran keramik, ataukah pemangkasan batu dari bongkahan besarnya, telah pula dapat dikaji oleh ilmu-ilmu alamiah untuk memperkirakan seberapa jauh di masa lalu waktu pembuatannya. Dengan catatan akhir ini, marilah kita berharap agar ilmu kita, Arkeologi, dapat senantiasa kita kembangkan dengan berbagai upaya tak kenal lelah, untuk senantiasa berupaya menembus batas-batas pengetahuan yang ada! Selamat berkongres untuk Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia



judul: warisan budaya tak benda masalahnya kini di indonesia.
Pusat penelitian kemasyarakatan dan budaya lembaga penelitian universitas indonesia depok, 2003
penyuting: edi sedyawati.